Tidak Ada ‘Cahaya Terang’ di ‘Pengabdi Setan 2: Communion’
‘Pengabdi Setan 2: Communion’ |
Jakarta, DJC – Tidak berlebihan, jika film ‘Pengabdi Setan 2: Communion’ merupakan film
yang paling di tunggu pada tahun ini, bagi pecinta film horor pada khususnya. Terbukti film yang akan resmi
tayang di bioskop pada 4 Agustus ini, memang sukses meyedot perhatian pecinta
film di tanah air. Bahkan pada 25 Juli lalu, tiket terjual habis untuk
penayangan extra show di IMAX seluruh Indonesia (30/07). Belum lagi
penayangan premier film ini, tiketnya juga mendekati sold out.
Kesuksesan luar biasa film ‘Pengabdi Setan’ (2017),
ternyata tidak membuat sang sutradara, Joko Anwar berpuas diri. Hal senanda
juga di ungkapkan oleh sang produser, Sunil Samtani yang merasa perlu membuat sequel
film ini. Tentu saja Joko Anwar sebagai sutradara sekaligus penulis cerita
di film ini, ingin terus mengembangkan dari sukses film sebelumnya. “Kesuksesan
film Pengabdi Setan pertama menjadi standarisasi terendah dari berbagai sisi, untuk
itu kami berusaha tingkatkan lagi.” Ungkap sang sutradara saat menggelar jumpa
pers setelah Press Screening film ‘Pengabdi Setan 2: Communion’ di Epicentrum
XXI di kawasan Jakarta Selatan (02/08/22).
Salah satunya memberikan terobosan dengan menggunakan tehnologi IMAX yang bisa menghasilkan kualitas sinematik yang lebih sempurna dibadingkan film sebelumnya. Kabarnya, film ini menjadi film pertama dari Indonesia sekaligus Asia Tenggara yang telah menjalani proses Digital Remastering (DMR), menggunakan teknologi IMAX dan ditayangkan di wilayah ASEAN. Hasilnya, pengambaran dramatis dari sisi sinematografi. Tidak ada nuansa cahaya terang sepanjang film ini, di dominasi nuansa gelap malam atau siang yang mendung, yang berhasil menggiring emosional penonton ke nuansa ketegangan. Yang menarik, selama pembuatan film ini (dimulai tahun 2020), lebih banyak menggunakan cahaya natual/alami, dibandingkan menggunakan pencahayaan/lighting yang biasa digunakan produksi film. Disinilah kelebihan sang sutradara yang bekerjasama dengan Ical Tanjung (Sinematografer). Walaupun tidak banyak nuansa terang, tapi pengambilan gambar dari sudut pandang yang tidak biasa, justru memperkuat alur cerita, dan membuat sisi sinematografi-nya yang menawan.
Hal ini justru mendukung nuansa
ketegangan yang ditawarkan sepanjang 119 menit penayangan film ini. Ketegangan
yang konsisten dan mengejutkan dari sisi sinematografi, tata suara hingga background
sound yang sukses memacu adrenalin penonton yang seperti sedang berlayar di
tengah badai yang tiada berujung. Alur cerita yang menarik dan tidak mudah
ditebak dan beberapa hal di atas, ternyata lebih sukses menciptakan kengerian
di bandingkan tayangan film horor klise tanah air yang menonjolkan sosok hantu
berdarah, pocong melompat atau wanita bergaun putih terbang dengan tawa
cekikikan di tengah malam. Sudut pandang baru yang sukses dari sisi sinematografi
di kancah film horor Indonesia ditawarkan film ini .
Apalagi didukung dengan pemeran di
film ini yang juga mampu menghadirkan aksi terbaik, misalnya aksi Tara Basro, Endy Arfian, Nasar Anuz, Ratu Felisha atau Egi Fedly dan beberapa nama lagi
lainnya. Apakah pengunjung akan dihajar ketegangan sepanjang pemutaran film?
Disinilah yang menarik, ternyata disela-sela nuansa seram dan tegang, film ini
disisipi nuansa komedi dari beberapa dialog, termasuk dialog klise sang ustad (Kiki Narendra). Akan
tetapi hal ini seperti intermezo bagi penonton untuk mengambil nafas dan
menurunkan ketegangan. Tapi tidak akan lama, karena penonton akan di lempar
lagi di nuansa ketegangan, bak didorong ke permainan bungee jumping secara
tiba-tiba
Mengenai suksesnya film horor yang disutradarainya, Joko Anwar mengungkapkan, “Kepustakaan karakter dan cerita horor adalah kekuatan di Indonesia. Kita memadukan film yang seram dan menghibur, untuk mengimbangi hidup kita yang susah. Salah satu kunci sukses film ini, antara lain kita membuat penonton care pada masing-masing tokoh, yang tentu kita kuatin profile-nya. Jika penonton merasa khawatir akan terjadi apa-apa pada alur cerita setiap tokoh dalam film ini, ketegangan akan muncul secara natural.” Ungkap sutradara ini lebih lanjut.
Film ini tentunya masih
melanjutkan kisah dari film sebelumnya. Dimana sosok ibu (Ayu Laksmi) masih
menjadi sentral di film ini. Seperti tagline film ini ‘Teror Ibu
Sepanjang Masa’. Dikisahkan, Rini (Tara Basro), adik-adiknya, Toni (Endy Arfian) dan Bondi (Nasar Anuz), beserta sang ayah,
Bahri (Bront Palarae) tinggal di rumah susun, untuk
berusaha lepas dari teror Mawarni Suwono/Ibu. Tapi justru di rusun mereka tidak
bisa benar-bear lepas dari teror, bahkan menghadapi ketegangan baru. Dengan
berbagai konflik yang terjadi di rusun tersebut, Bondi yang mempunyai teman
baru, Darto (Iqbal Sulaiman) dan Ari (Fatih Unru), termasuk sang kakak, Toni
yang akhirnya dipertemukan dengan wanita sexy, Tari (Ratu Felisha) dan preman
rusun, Dino (Jourdy Pranata) justru
membuat kisah tersendiri. Saat terjadi kecelakaan yang menyebabkan kematian
masal di rusun tersebut, cerita ketegangan justru dimulai. Didukung saat itu rusun
sedang dikepung banjir. Teror demi teror dialami warga setelah peristiwa
tersebut. Apakah teror ini menandai datangnya kembali sang ibu/Mawarni Suwono untuk menghantui keluarga Rini. Hingga berhasil terkuaknya misteri dari pekerjaan/aktifitas
Ayah Bahri selama tinggal di rusun. Penasaran? Siapkan nyalimu. (sTr)
Credit Title: Sutradara /
penulis: Joko Anwar, Produser: Gope T. Samtani, Tia
Hasibuan. Pemeran: Tara Basro, Endy Arfian, Nasar Anuz Bront Palarae, Ratu
Felisha Jourdy Pranata, Muzakki Ramdhan, Fatih Unru, Nazifa Fatia Rani, Iqbal Sulaiman, Kiki
Narendra, Ayu Laksmi, Egi Fedly. Penata Musik: Aghi Narottama, Bemby Gusti, Tony Merle. Sinematografer: Ical Tanjung. Penyunting: Dinda Amanda. Perusahaan
Produksi: Rapi Film, Come and See Pictures, Brown Entertainment, Legacy Pictures. Durasi:
119 Menit. Tanggal Tayang: 4 Agustus 2022.
Post a Comment