Hadirkan Pop Jadul, Ardhito Pramono Rilis ‘Wijayakusuma’
Ardhito Pramono |
Jakarta, DJC – Setelah lepas dari kasus narkoba, yang menjeratnya, Ardhito Pramono menunjukan bahwa kariernya tetap akan terus berjalan.
Hal ini dibuktikan solois yang lagi naik daun di panggung musik nasional
ini tetap aktif dan berkarya, dan baru-baru ini langsung merilis full album
bertajuk “Wijayakusuma”. Setelah dikatehui sebelumnya penyanyi ini sempat merilis
mini album “Ardhito Pramono”
(2017), “Playlist, Vol. 2”
(2017), “A Letter to My 17Year Old” (2019), “Craziest Thing Happened in My Backyard”
(2020), dan “Semar & Pasukan Monyet” (2021).
Yang menarik, album terbaru di bawah
bendera Aksara Records ini tidak menampilkan karakter musik kekinian,
tapi justru bernuansa Pop Indonesia Lama (jadul). Berbeda dengan lagu-lagu
terdahulunya yang banyak mengeksplorasi pop-jazz dengan lirik berbahasa Inggris. Tentu ini menjadi hal baru di perjalan karier-nya. Demi mencapai tujuan tersebut, Ardhito mendapat banyak
arahan dari Narpati ‘Oomleo’ Awangga yang juga menulis beberapa lirik di
Wijayakusuma. Alhasil, Ardhito menulis lirik-liriknya dengan padanan aksara
Indonesia yang beragam.
Mengenai hal ini penyanyi ini megungkapkan “Gue melihat banyak sekali dampak kurang baik dari karya
gue selama ini yang menggunakan bahasa Inggris. Misalnya,
teman-teman musisi baru yang akhirnya ikut memilih menggunakan bahasa Inggris
dalam karyanya. Gue tidak ingin bahasa kita lenyap digantikan oleh bahasa asing
dalam sebuah pengkaryaan.”
Tidak hanya menampilkan nuansa pop jadul, tapi di album
ini Ardhito juga menonjolkan nuansa musik nusantara. Misalnya di ‘Wijayakusuma’
penyanyi ini didukung oleh pelaku macapat
bernama Peni Candra Rini. Termasuk adanya nuansa elemen
nusantara yang disematkan ke seluruh aransemen musik hingga caranya
bernyanyi. Jika di karya-karya sebelumnya terpancar energi crooner ala Sinatra,
Crosby, hingga Bennett, album ini justru pekat akan kualitas pop Indonesia
periode empat hingga lima dekade silam. ‘Wijayakusuma’ adalah cerminan
eksperimen Keenan Nasution, Margie Segers, Chrisye, Rafika Duri, Dian Pramana
Poetra, Rien Djamain, Utha Likumahuwa, hingga Candra Darusman. Ia berada di
spektrum pop dengan kekayaan ala chamber, autentik milik Indonesiana, juga
sarat alun selayaknya jazz.
“Lewat
album ini, sekiranya gue ingin melampiaskan dan memotret beberapa kejadian yang
terjadi. Sepertinya album ini menjadi album yang 30 tahun sekali
gue rilis Karena sejujurnya gue tidak tahu kapan gue bisa membuat lagu-lagu
seperti ini lagi. Kesempatannya cuma sekali dalam 30 tahun. Seperti kebetulan
yang terjadi ketika orang sedang bermain jazz, kebetulan itu tidak akan
terulang kembali,” pungkasnya. (sTr)
Post a Comment